Drap…. Drap…. Drap….
Terdengar gema dari seseorang yang sedang berlari. Dan ternyata suara itu
berasal dari Gita. Ia berlari-lari menyusuri koridor sekolah. Sekarang, jam
menunjukkan pukul delapan pagi dan Gita lagi-lagi terlambat untuk yang kesekian
kalinya. Tapi kali ini ia berlari bukan karena takut akan dimarahi guru yang
mengajar dikelasnya. Tapi lantaran ia baru saja mendapatkan sesuatu yang….
Wah!!!!!!
Ia terus melangkahkan
kakinya hingga sampai di depan kelasnnya.
“Braaakkk!!!” suara
pintu kelasnya yang ia buka dengan paksa.
Ia tahu kalau hari ini
pelajaran Bu Siska sedang kosong, jasi ia berani melakukan hal itu. Semua
teman-temannya sangat terkejut.
“Ada apa? Ada apa?”
semua berkata seperti itu.
“Ada kabar
gembiraaaaaa!!!!!” teriak Gita dengan penuh semangat.
“Memangnya ada apa?”
semua bertanya-tanya, amat sangat penasaran.
Gita langsung berlari
menuju Rosyda, yang biasa dipanggil Ocy, teman sebangkunya.
“Ada apa sih?” tanya Ocy
penasaran, begitu pula teman sekelasnnya.
Keadaan menjadi
hening. Semua memasang telinga dan mendengarkan dengan seksama perkataan Gita.
Hosh.… Hosh.… Hosh….
Gita benar-benar
kecapekan setelah berlari-lari tadi. Ia mengatur nafasnya dan berkata.
“Gawat!!! Gawat!!!” teriaknya histeris dengan mimik muka yang lucu.
“Kamu ini gimana sih.
Tadi bilang ada berita gembira. Dan sekarang menjadi gawat. Baru saja datang
juga, sudah membuat semua orang kebingungan,” celetuk salah satu temannya.
“Ini berita gembira
yang sangat gawat.” Jawab Gita sambil mengusap keringatnya.
“Mana ada berita
gembira yang tapi gawat. Kamu itu ada-ada saja.” Oceh yang lain.
“Tapi emang bener
begitu.” Jawab Gita dengan sedikit nada kesal. “Gini…” ucap Gita memulai
cerita. “Pokoknya gawat.” Lanjutnya.
“Aduh Non, kalau
ngomong itu yang jelas. Jangan Cuma gawat-gawat pokoknya gawat. Iya aku tau
kamu sedang dalam keadaan gawat. Tapi, ya cerita. Yang gawat itu apanya? Kamu
kah? Orang lainkah? Atau penyebab kamu jadi gawat itu apa? Jangan Cuma nyerocos
gawat-gawat.” Omel Ocy panjang lebar.
“Iya nih. Jangan buat
kami semua jadi penasaran.” Ucap seseorang di belakang Ocy.
“Ada murid baru!!!”
“Hah??? Murid baru?
Dari mana?” celetuk salah satu tamannya heboh.
Tapi Gita malah
memandang Ocy dengan tatapan yang tajam.
“Yaela…., cuma
gara-gara ada murid baru kamu jadi kayak orang kesurupan di kebon jeruk
belakang rumah Pak Yadi, guru bahasa Jepang kita, yang rada-rada botak tengah
and killer itu? Gak salah? Biasa dong kalau tiap tahun atau tiap semester ada
murid baru! Ini kan bukan sekolah punya bokap nenek kita. Jadi wajarlah!!”
lagi-lagi Ocy nyerocos hal yang tidak penting.
“Tapi ini cowok!!!”
Ucap Gita yang masih begitu histerisnya.
“Astaga! Ya iyalah,
kalau nggak cowok ya cewek,” kali ini Ocy bicara sedikit singkat. “Masak banci?
Ya nggak mungkin lah sekolah kita mau menerima murid banci. Memang ada
pelajaran buat jadi waria sejati apa?” eh, ternyata Ocy nyerocos lagi.
“Tapi ini cowok cakep
banget….”
“Ya iyalah namanya
juga cowok! Kalau cantik tuh cewek….”
“Bukan hanya cakep,
tapi kece punya. Kayaknya aku ….. love at the first sight deh!” ucap Gita
sambil membayangkan kembali wajah cowok itu.
“Hah????” Ocy kaget
setengah hidup dan mati.
“Apa kamu sudah nggak
waras? Apa kamu sudah nggak punya otak? Atau jangan-jangan kamu sudah nge-blank
hingga nggak bisa mikir yang agak waras dikit. Atau kamu kemarin ikut program
cuci otak. Mikir dong!” Ucap Ocy yang lagi-lagi nyerocos tak karuan.
“Tapi beneran, aku
suka sama dia,” lanjut Gita.
“Suka? Memngnnya kamu
ngerti apa itu suka? Lihat tuh temen-temen pada ngeliatin kamu gara-gara kamu
hanya merasakan aliran darahmu berhenti karena habis lari-lari dan ketemu cowok
yang kamu anggep cakep itu dan lantaran suka karena otakmu masih capek.”
|Gita melihat
sekelilingnya dengan cuek. Terlihat teman-teman sekelasnya melihat ke arahnya
ingin tau, berita ‘Wah’ apa yang dibawa olehnya.
“Tapi dia bener-bener
cakep kok. Percaya deh sama aku.”
“Tapi kamu belum kenal
dia.”
“Kenal kok namanya
Barkah.”
“Kamu cuma tau namanya.
Kamu belum kenal orangnnya. Kamu harus tau seluruh tentang dirinya. Tapi bukan
gini caranya. Suka itu butuh proses. Aku gak pernag percaya kalau ada orang
yang bilang suka pada pandangan pertama. Ya, kalau orang yang kita sukai itu
belum punya calon. Kalau sudah punya pasti diri kita sendiri yang dakit. Jadi,
kita mesti tau seluk-beluk, lekuk-tekuk, setiap butir dari dirinya.
Sedetai-detainya! Kalau bisa baru dijabarkan secara logis dan dengan pikiran
yang santai. Kamu itu terlalu terburu-buru Non.”
“Nggak usah terlalu
lebay kayak gitu juga. Aku itu nggak terburu-buru. Aku sudah mengamati
gerak-geriknya. Makanya aku datang terlambat.”
“Gita, Gita. Ampun!
Ampun deh! Kenapa aku mesti kenal teman kayak kamu? Yang dengan bodoh dan
tololnya bilang suka sama seorang cowok yang jelas-jelas belum tau
peritungannya! Kamu suka baju tapi belum tentu baju itu pas dan cocok di badan
kamu, dan tentunya kamu belum tau harga baju itu. Dan setelah kamu tau, kamu
akan kecewa karenannya.”
“Nggak usah sok puitis
gitu deh. Dia cakep dan dia bukan baju. Dia manusia sama kayak kita. Dan kalau
kamu tau dia, kamu pasti akan suka juga layaknya aku suka dia. Aku tau kamu
nggak akan semudah aku mncintai seorang cowok. Tapi, aku yakin dia benar-benar
belahan jiwaku.” Gita mulai emosi dengan sohibnya.
Teman-teman
sekelasnnya mulai serius memandangi dan mendengarkan perseteruan dua gadis ini.
bahkan perseteruan dua gadis ini layaknya sebuah tontonan dadakan yang wajib
untuk dilihat.
“Ah sudalah. Apapun
yang kamu katakana aku nggak akan pernah percaya kalau cowok yang kamu maksud
itu benar-benar cowok yang bisa membuat aliran darah aku berhenti.”
“Oke, kita sekarang
keluar kelas an kita lihat apakah nanti aliran darah kamu berhenti saat melihat
cowok yang aku maksud.”
“Oke, kita lihat! Dan
kamu pasti akan menyesal karena sudah bilang suka sama cowok itu. Yang aku tau,
nggak ada cowok yang cakep. Dan yang benar-benar ingin aku tau, seberapa besar
selera temanku ini terhadap cowok hingga ia kesurupan kayak kamu,” ucap Ocy
sinis. Dan lagi-lagi panjang.
“Aku nggak nggak
kesurupan dan cowok iru benar-benar cakep kyak.”
“Okey. Up to you lah!
Aku sih ikut aja. Yang penting aku nggak bakalan kaget melihat cowok secakep
apapun. Karena cinta itu butuh proses.” Ucap Ocy sedikit pendek dan berjalan
menuju keluar kelas, diikuti Gita dan beberapa orang temannya. Kecuali Rina
yang memang rada-rada pemalu.
“Mana sih cowok yang
kamu bilang? Awas aja kalau dia hanya seperti Irwansyah. Kalau cowok seperti
itu she aku bisa dapat sepuluh. Aku pengennya kayak Daniel Radcliffe, Lee Min
Ho juga boleh.” Ucap Ocy sombong sembari clingak-clinguk layaknya polisi yang
sedang mencari pencuri yang kabur lewat cendela.
“Itu tuh… yang lagi
jalan sama kasek,” tujuk Gita.
Ocy dan juga
teman-teman sekelasnya mengikuti telunjuk Gita, yang mengarah pada seorang
cowok yang cakepnya. Wah! Cutenya! Dan wah, wah lainnya.
Selama semenit Ocy
hanya berdiri mematung memandangi cowok itu.
“Hey, hey.” Ucap Gita
seraya menggerak-gerakkan tangannnya diwajah Ocy. “Gimana, cakepkan. Kamu saja
sampai bengong gitu.” Bahkan apa yang dilakukan Gita tidak dihiraukan oleh Ocy.
Dan malah, Ocy menepis tangan Gita.
Pia melangkah
meniggalkan kerumunan teman-temannya dan menghampiri cowok itu.
Tepat di depan cowok
itu dan kasek ia berkata …
“Aku suka kamu,
Barkah!” Just it.
Baru kali ini Ocy
berkata sesingkat itu. Terlalu singkat.