Selasa, 20 November 2012

love at the first sight-cerpen


Drap…. Drap…. Drap…. Terdengar gema dari seseorang yang sedang berlari. Dan ternyata suara itu berasal dari Gita. Ia berlari-lari menyusuri koridor sekolah. Sekarang, jam menunjukkan pukul delapan pagi dan Gita lagi-lagi terlambat untuk yang kesekian kalinya. Tapi kali ini ia berlari bukan karena takut akan dimarahi guru yang mengajar dikelasnya. Tapi lantaran ia baru saja mendapatkan sesuatu yang…. Wah!!!!!!
Ia terus melangkahkan kakinya hingga sampai di depan kelasnnya.
“Braaakkk!!!” suara pintu kelasnya yang ia buka dengan paksa.
Ia tahu kalau hari ini pelajaran Bu Siska sedang kosong, jasi ia berani melakukan hal itu. Semua teman-temannya sangat terkejut.
“Ada apa? Ada apa?” semua berkata seperti itu.
“Ada kabar gembiraaaaaa!!!!!” teriak Gita dengan penuh semangat.
“Memangnya ada apa?” semua bertanya-tanya, amat sangat penasaran.
Gita langsung berlari menuju Rosyda, yang biasa dipanggil Ocy, teman sebangkunya.
“Ada apa sih?” tanya Ocy penasaran, begitu pula teman sekelasnnya.
Keadaan menjadi hening. Semua memasang telinga dan mendengarkan dengan seksama perkataan Gita.
Hosh.… Hosh.… Hosh….
Gita benar-benar kecapekan setelah berlari-lari tadi. Ia mengatur nafasnya dan berkata. “Gawat!!! Gawat!!!” teriaknya histeris dengan mimik muka yang lucu.
“Kamu ini gimana sih. Tadi bilang ada berita gembira. Dan sekarang menjadi gawat. Baru saja datang juga, sudah membuat semua orang kebingungan,” celetuk salah satu temannya.
“Ini berita gembira yang sangat gawat.” Jawab Gita sambil mengusap keringatnya.
“Mana ada berita gembira yang tapi gawat. Kamu itu ada-ada saja.” Oceh yang lain.
“Tapi emang bener begitu.” Jawab Gita dengan sedikit nada kesal. “Gini…” ucap Gita memulai cerita. “Pokoknya gawat.” Lanjutnya.
“Aduh Non, kalau ngomong itu yang jelas. Jangan Cuma gawat-gawat pokoknya gawat. Iya aku tau kamu sedang dalam keadaan gawat. Tapi, ya cerita. Yang gawat itu apanya? Kamu kah? Orang lainkah? Atau penyebab kamu jadi gawat itu apa? Jangan Cuma nyerocos gawat-gawat.” Omel Ocy panjang lebar.
“Iya nih. Jangan buat kami semua jadi penasaran.” Ucap seseorang di belakang Ocy.
“Ada murid baru!!!”
“Hah??? Murid baru? Dari mana?” celetuk salah satu tamannya heboh.
Tapi Gita malah memandang Ocy dengan tatapan yang tajam.
“Yaela…., cuma gara-gara ada murid baru kamu jadi kayak orang kesurupan di kebon jeruk belakang rumah Pak Yadi, guru bahasa Jepang kita, yang rada-rada botak tengah and killer itu? Gak salah? Biasa dong kalau tiap tahun atau tiap semester ada murid baru! Ini kan bukan sekolah punya bokap nenek kita. Jadi wajarlah!!” lagi-lagi Ocy nyerocos hal yang tidak penting.
“Tapi ini cowok!!!” Ucap Gita yang masih begitu histerisnya.
“Astaga! Ya iyalah, kalau nggak cowok ya cewek,” kali ini Ocy bicara sedikit singkat. “Masak banci? Ya nggak mungkin lah sekolah kita mau menerima murid banci. Memang ada pelajaran buat jadi waria sejati apa?” eh, ternyata Ocy nyerocos lagi.
“Tapi ini cowok cakep banget….”
“Ya iyalah namanya juga cowok! Kalau cantik tuh cewek….”
“Bukan hanya cakep, tapi kece punya. Kayaknya aku ….. love at the first sight deh!” ucap Gita sambil membayangkan kembali wajah cowok itu.
“Hah????” Ocy kaget setengah hidup dan mati.
“Apa kamu sudah nggak waras? Apa kamu sudah nggak punya otak? Atau jangan-jangan kamu sudah nge-blank hingga nggak bisa mikir yang agak waras dikit. Atau kamu kemarin ikut program cuci otak. Mikir dong!” Ucap Ocy yang lagi-lagi nyerocos tak karuan.
“Tapi beneran, aku suka sama dia,” lanjut Gita.
“Suka? Memngnnya kamu ngerti apa itu suka? Lihat tuh temen-temen pada ngeliatin kamu gara-gara kamu hanya merasakan aliran darahmu berhenti karena habis lari-lari dan ketemu cowok yang kamu anggep cakep itu dan lantaran suka karena otakmu masih capek.”
|Gita melihat sekelilingnya dengan cuek. Terlihat teman-teman sekelasnya melihat ke arahnya ingin tau, berita ‘Wah’ apa yang dibawa olehnya.
“Tapi dia bener-bener cakep kok. Percaya deh sama aku.”
“Tapi kamu belum kenal dia.”
“Kenal kok namanya Barkah.”
“Kamu cuma tau namanya. Kamu belum kenal orangnnya. Kamu harus tau seluruh tentang dirinya. Tapi bukan gini caranya. Suka itu butuh proses. Aku gak pernag percaya kalau ada orang yang bilang suka pada pandangan pertama. Ya, kalau orang yang kita sukai itu belum punya calon. Kalau sudah punya pasti diri kita sendiri yang dakit. Jadi, kita mesti tau seluk-beluk, lekuk-tekuk, setiap butir dari dirinya. Sedetai-detainya! Kalau bisa baru dijabarkan secara logis dan dengan pikiran yang santai. Kamu itu terlalu terburu-buru Non.”
“Nggak usah terlalu lebay kayak gitu juga. Aku itu nggak terburu-buru. Aku sudah mengamati gerak-geriknya. Makanya aku datang terlambat.”
“Gita, Gita. Ampun! Ampun deh! Kenapa aku mesti kenal teman kayak kamu? Yang dengan bodoh dan tololnya bilang suka sama seorang cowok yang jelas-jelas belum tau peritungannya! Kamu suka baju tapi belum tentu baju itu pas dan cocok di badan kamu, dan tentunya kamu belum tau harga baju itu. Dan setelah kamu tau, kamu akan kecewa karenannya.”
“Nggak usah sok puitis gitu deh. Dia cakep dan dia bukan baju. Dia manusia sama kayak kita. Dan kalau kamu tau dia, kamu pasti akan suka juga layaknya aku suka dia. Aku tau kamu nggak akan semudah aku mncintai seorang cowok. Tapi, aku yakin dia benar-benar belahan jiwaku.” Gita mulai emosi dengan sohibnya.
Teman-teman sekelasnnya mulai serius memandangi dan mendengarkan perseteruan dua gadis ini. bahkan perseteruan dua gadis ini layaknya sebuah tontonan dadakan yang wajib untuk dilihat.
“Ah sudalah. Apapun yang kamu katakana aku nggak akan pernah percaya kalau cowok yang kamu maksud itu benar-benar cowok yang bisa membuat aliran darah aku berhenti.”
“Oke, kita sekarang keluar kelas an kita lihat apakah nanti aliran darah kamu berhenti saat melihat cowok yang aku maksud.”
“Oke, kita lihat! Dan kamu pasti akan menyesal karena sudah bilang suka sama cowok itu. Yang aku tau, nggak ada cowok yang cakep. Dan yang benar-benar ingin aku tau, seberapa besar selera temanku ini terhadap cowok hingga ia kesurupan kayak kamu,” ucap Ocy sinis. Dan lagi-lagi panjang.
“Aku nggak nggak kesurupan dan cowok iru benar-benar cakep kyak.”
“Okey. Up to you lah! Aku sih ikut aja. Yang penting aku nggak bakalan kaget melihat cowok secakep apapun. Karena cinta itu butuh proses.” Ucap Ocy sedikit pendek dan berjalan menuju keluar kelas, diikuti Gita dan beberapa orang temannya. Kecuali Rina yang memang rada-rada pemalu.
“Mana sih cowok yang kamu bilang? Awas aja kalau dia hanya seperti Irwansyah. Kalau cowok seperti itu she aku bisa dapat sepuluh. Aku pengennya kayak Daniel Radcliffe, Lee Min Ho juga boleh.” Ucap Ocy sombong sembari clingak-clinguk layaknya polisi yang sedang mencari pencuri yang kabur lewat cendela.
“Itu tuh… yang lagi jalan sama kasek,” tujuk Gita.
Ocy dan juga teman-teman sekelasnya mengikuti telunjuk Gita, yang mengarah pada seorang cowok yang cakepnya. Wah! Cutenya! Dan wah, wah lainnya.
Selama semenit Ocy hanya berdiri mematung memandangi cowok itu.
“Hey, hey.” Ucap Gita seraya menggerak-gerakkan tangannnya diwajah Ocy. “Gimana, cakepkan. Kamu saja sampai bengong gitu.” Bahkan apa yang dilakukan Gita tidak dihiraukan oleh Ocy. Dan malah, Ocy menepis tangan Gita.
Pia melangkah meniggalkan kerumunan teman-temannya dan menghampiri cowok itu.
Tepat di depan cowok itu dan kasek ia berkata …
“Aku suka kamu, Barkah!” Just it.
Baru kali ini Ocy berkata sesingkat itu. Terlalu singkat.

Jumat, 02 November 2012

Mimpi Desi

Oh Tuhan, kenapa semuanya begitu cepat. Kenapa kau sudah mengambil dia dari sisiku. Padahal dia sangat berharga dalam hidupku. Dia yang selalu menghiburku dikala aku sedang sedih. Selalu memberi solusi dari semua masalah yang menerpaku. Kini, siapa yang akan melakukan itu semua.
Tya masih tak percaya dengan semua yang baru saja ia alami. Air mata terus mengalir di kedua pipinya. Sedari tadi ia mendekap sebuah foto dalam dadanya. Sesekali ia memandangi foto itu. Tapi, setelah memandang foto tersebut air mta semakin mengalir dengan derasnya.
“Des, kenapa lo secepat ini ninggalin gue. Lo nggak kasihan apa ama gue. Lihat sekarang, Siapa yang akan menghibur gue kalo gue sedang sedih, Siapa yang akan ngasih solusi ke gue, Siapa yang akan ngasih gue kata-kata penyemangat. Nggak ada, Gue nggak bisa nemuin orang sebaik lo.” Ucap Tya tersedu-sedu sambil memandang foto Desi.
Sesekali Tya menyeka air mata yang mengalir di pipinya. “Lo itu sahabat terbaik gue. Tapi kenapa disaat kita udah sangat dekat lo pergi gitu aja. Oh Tuhan, ini semua nggak adil. Kenapa harus Oka, kenapa nggak orang lain saja.” Lanjut Tya.
Kini malam semakin larut, tapi Tya tidak memiliki kemampuan untuk berpindah posisi dari tempat duduknya. Tya hanya memandang kosong ke arah rembulan yang diselimuti oleh awan hitam tipis. Cuaca malam ini sesuai dengan sauna hatinya yang sedih. Gelap, kelam, dan mendung.
Pikiran Tya pun menerawang kememori 4 bulan yang lalu. Dimana dia dan Desi duduk di balkon kamarnya. Memandang indahnya rembulan yang menerangi malam.
****
“Tya, lo liat nggak bintang itu.” Ucap Desi sambil menujuk sebuah bintang yang bersinar terang diantara bintang-bintang yang lain.
“Ehm, iya emangnya kenapa?” jawab Tya yang duduk di samping Desi sambil membaca sebuah novel.
“Bintang itu mimpi gue. Gue udah ngebulatin tekad buat ngewujudin mimpi gue.” Jawab Desi dengan mata berbinar-binar.
“Emang mimpi lo apa?” Tanya Tya sembari menutup novel yang tadi ia baca.
“Sebelumnya lo boleh deh ngatain mimpi gue ketinggian kayak bintang itu. Lo boleh deh ketawa sepuasnya kalo perlu. Tapi yang jelas gue mau ngewujudin mimpi gue.”
“Mimpi lo apaan sih kok sampe takut gue ketawain?”
“Gue ingin….. eh kalo lo punya kesempatan pergi keluar negeri negara mana yang lo pilih?”
“Ye, ditanya malah nanya. Emang kenapa sih jadi penasaran gue ama mimpi lo.”
“Ah udalah bro, jawab aja pertanyaanku tadi. Gue cuma pengen tau itu dulu dari lo, baru gue kasih tau apa mimpi gue.”
“Hem, Ribet amat. Ya udah gue jawab. Kalo punya kesempatan gue pengen ke Amerika, puas.”
“Kalo gue pengen ke Jepang. Itu mimpi gue. Dapat mengunjungi negara itu. Gue pengen ngerasain musim dingin, musim panas, musim semi, dan musim gugur di Jepang. Entah gue nanti di Jepang kerja, kuliah atau sekedar liburan. Pokoknya gue pengen nginjakin kaki di Jepang.” Jelas Desi dengan tersenyum.
“Jadi itu yang ngebuat lo takut gue ketawain.” Tanya Tya. Desi hanya menjawab dengan anggukan pelan. “Andaikan lo kuliahnya di Indonesia, universitas mana yang lo pilih.” Tanya Tya kepada Desi.
“Gue pengen ke universitas yang ada di Malang. Lo sendiri mau kemana? Tetap stay di Surabaya atau nyari universitas diluar kota?”
“Sama kayak lo. Gue pengen masuk universitas yang ada di Malang.”
“Wah jadi kita masih punya kemungkinan kuliah di universitas yang sama walaupun beda fakultas.”
“Semoga aja iya.” Jawab Tya dengan nada sedih.
“Loh lo kok bilang gitu sih?”
“Kan lo tadi bilang pengen ke Jepang.”
“Iya bro, gue emang pengen ke Jepang. Tapi bukan berarti gue harus dan wajib kuliah di Jepang. Lagian kalo tau kita bisa satu universitas, nggak akan gue sia-siain. SMA kita uda beda sekolah, Jarang ketemu juga. Nah kalo kita satu universitas, kita bisa ngekos bareng. Iya nggak bro.”
“Bener juga tuh.”
“Kalo gitu gue pulang dulu, gue mau persiapin semuanya biar gue bisa satu universitas ama lo.”
“Loh udah mau pulang nggak nginap disini aja?”
“Minggu depan udah ujian sob. Jadi, acara nginapnya setelah ujian aja ya. Gue mau kerja ekstra.”
“Ok. Sampe ketemu dua mingu lagi.”
****
Hangatnya mentari pagi membuat Tya terbangun dari tidurnya. Ternyata kemarin malam ia tertidur di lantai balkon kamarnya. Ia kemudian berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh mukanya.
“Ternyata hari ini gue ulang tahun.” Ucap Tya ketika melihat kalender yang telah ia lingkari. “Nggak akan lagi ada kejutan dari lo. Gue nggak akan lagi nerima sesuatu yang menyenangin di ultah gue. Lo nggak sama ama temen gue lainnya. Lo selalu nyenangin gue disaat temen gue buat gue kesel dan ngerjain gue di ultah gue. Desi, kenapa lo pergi nggak nunggu gue ultah.” Ucap Tya sembari memegangi foto Desi.
Beberapa saat suasana kamar Tya hening. Yang terdengar hanya desahan nafasnya. Keheningan pecah ketika seseorang mengetuk pintu kamar Tya.
“Tya, ada tamu untukmu. Ayo keluar. Dari kemarin siang kamu belum keluar kamar. Mau sampai kapan kamu mengurung diri di kamar? Sudah ikhlaskan saja kepergian Desi. Dia sudah tenang di alam sana. Jangan kau buat dia susah.” Suara Lasmi ibunda Tya terdengar dari luar. “Ayo nak, buka pintunya. Tamumu ini membawakan sesuatu yang mungkin kamu tunggu sejak bangun tidur tadi.”
Mendengar rayuan ibundanya, Tya pun menurut. Ia mulai membuka pintu kamarnya. Lasmi langsung menuntun Tya menuju ruang tamu. Di ruang tamu, terlihat seorang laki-laki yang wajahnya sudah familiar untuk Tya.
“Kevin.” Ucap Tya kaget.
“Kak Tya. Kakak sudah mau keluar dari kamar rupanya.”
“Ngapain lo kesini?” Tanya Tya.
“Oh, gue ke sini cuma mau ngejalanin wasiat dari kak Desi.”
“Desi.” Mendengar nama itu, hati Tya bergetar. Rasanya air mtanya ingin tumpah lagi.
“Sebelumnya, Happy Birthday ya kak. Aku kesini cuma mau ngasih ini.” Ucap Kevin ketika menyerahkan sebuah kotak besar yang terbungkus rapi dengan kertas kado. “Titipan untuk kakak sebelum kak Desi meningggal.” Ucap Kevin.
“Kak Tya jangan terlalu bersedih atas kepergian Kak Desi. Kita semua orang-orang disekirtarnya juga sedih dengan kepergiannya. Tapi, sebelum meninggal Kak Desi berpesan padaku untuk menghapus semua air mata yang keluar karena kepergiannya. Dia nggak mau orang lain bersedih ketika dia pergi. Jadi Kak, jangan bersedih lagi.”
“Makasih ya Kev, mulai sekarang gue nggak akan bersedih lagi.”
“Nah gitu dong. Oh ya, kemarin ada kiriman surat untuk Kak Desi.” Ucap Kevin seraya mengeluarkan sebuah amplop coklat dari tasnnya. “Dari Kedubes Jepang.”
“Apa isinya?”
“Kak Desi mendapat beasiswa S1 di Jepang. Tapi, semua mimpinya kini telah kandas di tengah jalan. Aku ingin sekali melanjutkan mimpi kak Desi. Aku ingin memperoleh sebuah beasiswa ke Jepang dan menjadi seorang fotografer ternama.”
“Mimpimu bagus sekali. Desi pasti bangga punya adik sepertimu.” Ucap Tya sambil memasang seulas senyum lebar.
****
Tangan Tya gemetaran ketika membuka kertas kado yang membungkus kotak besar yang ada di depannya. Kertas kado bergambar Angry Bird itu perlahan-lahan mulai terpisah dari sebuah kardus bekas air mineral. Ya, Tya melihat dengan jelas bahwa kotak itu adalah sebuah kardus bekas.
“Ka, kenapa lo masih susah-susah nyiapin ini buat gue. Gue semakin nggak rela ngelepas kepergian lo dari kehidupan gue.”
Tangan Tya mulai membuka kardus tersebut. Tya terperanjat kaget ketika melihat isinya. Sebuah boneka Teddy Bear bewarna pink, sebuah jam tangan, sebuah kalung yang liontinnya bertuliskan “Tya”, sebuah buku diary, sebuah buku yang sampulnya tertulis “Mozaik Persahabatan”, dan sepucuk surat dalam amplop pink.
“Desi, kenapa harus sebanyak ini. Gue nggak bisa ngebayangin gimana repotnya lo nyiapin semua ini.” Tangan Tya mulai membuka amplop pink yang sudah berada di genggamannya. Tya pun mulai membaca isi dari surat tersebut.

Dear Tya,
Happy Birthday kawan. Semoga dengan bertambahnya umurmu, bertambah pula kedewasaanmu. Kamu bisa membanggakan kedua orangtuamu. Kamu bisa mewujudkan cita-citamu. Dan, kamu bisa mewujudkan mimpimu untuk terbang ke Amerika.
Tya, maafkan aku. Maaf karena aku tak pernah memberitahukan penyakitku padamu. Sebenarnya, malam itu, malam terakhir aku ketemu kamu, penyakitku semakin menjadi-jadi. Jadi aku putuskan untuk menyiapkan kado untukmu lebih awal. Maaf jika tak ada kue di saat kamu bangun tidur. Maaf jika yang aku beri ini tak sesuai dari harapan kamu. Maaf juga kalo kamu merasa barang yang aku beri ini terlalu banyak atau apalah.
Tapi, setiap barang yang aku beri ini, memiliki makna dan peranan tersendiri. Kau lihat boneka itu, bayangkan jika kau melihat boneka itu kau sedang melihat sosok diriku. Ada sebuah kalung yang tergantung di leher boneka itu. Baca kalimat yang ada di liontinnya. Anggap saja ketika kamu membacanya, berarti aku sedang memanggil namamu. Ada juga sebuah jam tangan berwarna biru tua yang berada di tangan boneka itu. Jika kau memakai jam tangan itu, anggap saja kamu sedang melewati waktu-waktu indah bersamaku.
Sengaja aku memberimu sebuah buku diary, maknanya apa? Agar ketika kamu butuh teman curhat, kamu bisa curhat ke aku lewat buku itu. Oh aku hampir lupa. Ada sebuah buku yang aku buat dengan tanganku sendiri. Aku kasih nama “Mozaik Persahabatan”. Jika kau sudah sangat rindu padaku, buka saja buku itu. Didalamnya juga sudah aku sisipkan beberapa kata-kata mutiara yang membangkitkan semangatmu seperti yang biasa kamu minta.
Tya, aku berpesan padamu satu hal. Apa kau ingin menyenangkan hatiku, kalau iya aku mohon satu hal padamu. Mungkin ketika kamu membaca surat ini aku udah nggak ada di dunia ini. Jadi, untuk membahagiakan aku terus tersenyumlah.
Ketika kamu sedih atau punya masalah, jangan sampai tenggelam dalam kesedihan atau masalahmu tersebut, segeralah bangkit dan berikan aku senyum termanismu seperti biasanya.
Dan jika sekarang kamu menangis, usap air matamu dan tersenyumlah. Aku tak mau melihat kamu cemberut dan bahkan menangis. Apapun dan bagaimanapun suasana hatimu, cobalah untuk selalu tersenyum. Jangan lupa jaga kesehatan. Makanlah dengan teratur, jangan tidur terlalu malam.
Walaupun kini kita sudah tak lagi bersama, ingatlah bahwa kita ini masih sahabat. Sahabat nggak akan pernah terpisahkan oleh apapun jua. Behkan kematian sekalipun. Dan semoga nanti, kau bisa menemukan seseorang yang bisa membuatmu bahagia.
Aku rasa cukup sampai disini surat terakhir dariku. Apapun yang terjadi teruslah bermimpi. Masa depanmu masih panjang dan kamu masih punya banyak kesempatan untuk menjadi apapun yang kamu mau.Jangan pernah menyerah pada masalah. Teruslah berjuang dan jadilah pemenang. Kamu harus kuat.

                                                                                                          Salam Hangat

                                                                                                         
                                                                                                          Desi Stevany

Tya menangis terharu ketika membaca surat dari Desi. Ia tak percaya bahwa sahabatnya itu masih sempat membuatkan kejutan seperti ini ketika dia sedang bertarung melawan penyakitnya. Ya walaupun Desi sudah kalah telak dari kanker otak itu. Tapi, Tya telah menerima kejutan terbesar dari Desi. Kejutan terakhir dari sahabat tercinta.
****
Tya mulai berjalan menyusuri taman kota yang lumayan sejuk. Tya mulai duduk di sebuah bangku taman bersebelahan dengan seorang wanita parubaya.
Tya mulai membuka buku “Mozaik Persahabatan” buatan Oka. Hampir tiap hari Tya membuka buku ini, sampai-sampai beberapa halaman sudah terlipat. Kemudian, Tya mulai mengeluarkan buku diary pemberian Oka.
“Nggak kerasa udah 6 tahun lo ninggalin gue Des.” Ucap Tya sembari menorehkan tinta diatas buku diary pemberian Desi.

Dear Desi,

Hai Desi, bagaimana kabarmu di alam sana? Aku harap kau baik-baik saja. Desi, kau pasti tak percaya sedang dimana aku sekarang. New York Des, Amerika. Aku berhasil mewujudkan impianku. Setelah lulus S1 di Malang, aku mencoba buat melamar kerja ke perusahaan di luar negeri.
Dan menakjubkan, aku ketrima di salah satu perusahaan terbesar di Amerika. Kamu tau aku ada di bagian apa? Aku masih tak percaya kalo aku menempati posisi Manager keuangan di perusahaan ini. Bayangakan Des, Manager.
Oh ya Des. Hari ini aku ulang tahun. Aku kembali membuka Mozaik Persahabatan darimu. Entah kenapa aku lupa kalo hari ini aku ulang tahun. Apa karena aku sudah tak sabar ingin cerita denganmu?
Ah tapi yang jelas aku sudah mewujudkan impianku. Eh dan satu lagi Des, minggu depan aku dapat tugas dari kantor untuk ikut meeting dengan client di Jepang. Jepang Des, aku akan mewujudkan impianmu yang sudah kandas di tengah jalan.
Tapi, Kevin adikmu, sudah mewujudkan impianmu. Ia sekarang sudah berada di Jepang. Setelah melewati banyak perjuangan, akhirnya dia bisa mendapatkan beasiswa ke Jepang. Dan aku dengar bahwa dia sekarang sudah menjadi seorang fotografer model terkenal.
Mimpi kami semua sudah kami wujudkan Des. Sekarang kamu pasti senang mendengar ini semua. Orang-orang kesayanganmu sudah mencapai kesuksesannya.
Terima kasih Des, atas saranmu. Sekarang aku bisa menghadapi semua masalahku dengan mudah. Tak lupa aku selalu tersenyum demi kebahagianmu di alam sana.
Sampai disini dulu ya Des ceritaku. Kapan-kapan kita sambung lagi. Jangan bosan ya mendengar ceritaku.

                                                                                                          Salam Hangat


                                                                                                          Tya Alexandria