Oh Tuhan, kenapa semuanya begitu cepat.
Kenapa kau sudah mengambil dia dari sisiku. Padahal dia sangat berharga dalam
hidupku. Dia yang selalu menghiburku dikala aku sedang sedih. Selalu memberi
solusi dari semua masalah yang menerpaku. Kini, siapa yang akan melakukan itu
semua.
Tya
masih tak percaya dengan semua yang baru saja ia alami. Air mata terus mengalir
di kedua pipinya. Sedari tadi ia mendekap sebuah foto dalam dadanya. Sesekali
ia memandangi foto itu. Tapi, setelah memandang foto tersebut air mta semakin
mengalir dengan derasnya.
“Des,
kenapa lo secepat ini ninggalin gue. Lo nggak kasihan apa ama gue. Lihat
sekarang, Siapa yang akan menghibur gue kalo gue sedang sedih, Siapa yang akan
ngasih solusi ke gue, Siapa yang akan ngasih gue kata-kata penyemangat. Nggak
ada, Gue nggak bisa nemuin orang sebaik lo.” Ucap Tya tersedu-sedu sambil
memandang foto Desi.
Sesekali
Tya menyeka air mata yang mengalir di pipinya. “Lo itu sahabat terbaik gue.
Tapi kenapa disaat kita udah sangat dekat lo pergi gitu aja. Oh Tuhan, ini
semua nggak adil. Kenapa harus Oka, kenapa nggak orang lain saja.” Lanjut Tya.
Kini
malam semakin larut, tapi Tya tidak memiliki kemampuan untuk berpindah posisi
dari tempat duduknya. Tya hanya memandang kosong ke arah rembulan yang
diselimuti oleh awan hitam tipis. Cuaca malam ini sesuai dengan sauna hatinya
yang sedih. Gelap, kelam, dan mendung.
Pikiran Tya pun menerawang kememori 4
bulan yang lalu. Dimana dia dan Desi duduk di balkon kamarnya. Memandang
indahnya rembulan yang menerangi malam.
****
“Tya,
lo liat nggak bintang itu.” Ucap Desi sambil menujuk sebuah bintang yang
bersinar terang diantara bintang-bintang yang lain.
“Ehm,
iya emangnya kenapa?” jawab Tya yang duduk di samping Desi sambil membaca
sebuah novel.
“Bintang
itu mimpi gue. Gue udah ngebulatin tekad buat ngewujudin mimpi gue.” Jawab Desi
dengan mata berbinar-binar.
“Emang
mimpi lo apa?” Tanya Tya sembari menutup novel yang tadi ia baca.
“Sebelumnya
lo boleh deh ngatain mimpi gue ketinggian kayak bintang itu. Lo boleh deh ketawa
sepuasnya kalo perlu. Tapi yang jelas gue mau ngewujudin mimpi gue.”
“Mimpi
lo apaan sih kok sampe takut gue ketawain?”
“Gue
ingin….. eh kalo lo punya kesempatan pergi keluar negeri negara mana yang lo
pilih?”
“Ye,
ditanya malah nanya. Emang kenapa sih jadi penasaran gue ama mimpi lo.”
“Ah
udalah bro, jawab aja pertanyaanku tadi. Gue cuma pengen tau itu dulu dari lo,
baru gue kasih tau apa mimpi gue.”
“Hem, Ribet
amat. Ya udah gue jawab. Kalo punya kesempatan gue pengen ke Amerika, puas.”
“Kalo
gue pengen ke Jepang. Itu mimpi gue. Dapat mengunjungi negara itu. Gue pengen
ngerasain musim dingin, musim panas, musim semi, dan musim gugur di Jepang.
Entah gue nanti di Jepang kerja, kuliah atau sekedar liburan. Pokoknya gue
pengen nginjakin kaki di Jepang.” Jelas Desi dengan tersenyum.
“Jadi
itu yang ngebuat lo takut gue ketawain.” Tanya Tya. Desi hanya menjawab dengan
anggukan pelan. “Andaikan lo kuliahnya di Indonesia, universitas mana yang lo
pilih.” Tanya Tya kepada Desi.
“Gue
pengen ke universitas yang ada di Malang. Lo sendiri mau kemana? Tetap stay di
Surabaya atau nyari universitas diluar kota?”
“Sama
kayak lo. Gue pengen masuk universitas yang ada di Malang.”
“Wah
jadi kita masih punya kemungkinan kuliah di universitas yang sama walaupun beda
fakultas.”
“Semoga
aja iya.” Jawab Tya dengan nada sedih.
“Loh lo
kok bilang gitu sih?”
“Kan lo
tadi bilang pengen ke Jepang.”
“Iya
bro, gue emang pengen ke Jepang. Tapi bukan berarti gue harus dan wajib kuliah
di Jepang. Lagian kalo tau kita bisa satu universitas, nggak akan gue
sia-siain. SMA kita uda beda sekolah, Jarang ketemu juga. Nah kalo kita satu
universitas, kita bisa ngekos bareng. Iya nggak bro.”
“Bener
juga tuh.”
“Kalo
gitu gue pulang dulu, gue mau persiapin semuanya biar gue bisa satu universitas
ama lo.”
“Loh
udah mau pulang nggak nginap disini aja?”
“Minggu
depan udah ujian sob. Jadi, acara nginapnya setelah ujian aja ya. Gue mau kerja
ekstra.”
“Ok.
Sampe ketemu dua mingu lagi.”
****
Hangatnya
mentari pagi membuat Tya terbangun dari tidurnya. Ternyata kemarin malam ia
tertidur di lantai balkon kamarnya. Ia kemudian berjalan menuju kamar mandi
untuk membasuh mukanya.
“Ternyata
hari ini gue ulang tahun.” Ucap Tya ketika melihat kalender yang telah ia
lingkari. “Nggak akan lagi ada kejutan dari lo. Gue nggak akan lagi nerima sesuatu
yang menyenangin di ultah gue. Lo nggak sama ama temen gue lainnya. Lo selalu
nyenangin gue disaat temen gue buat gue kesel dan ngerjain gue di ultah gue. Desi,
kenapa lo pergi nggak nunggu gue ultah.” Ucap Tya sembari memegangi foto Desi.
Beberapa
saat suasana kamar Tya hening. Yang terdengar hanya desahan nafasnya.
Keheningan pecah ketika seseorang mengetuk pintu kamar Tya.
“Tya,
ada tamu untukmu. Ayo keluar. Dari kemarin siang kamu belum keluar kamar. Mau
sampai kapan kamu mengurung diri di kamar? Sudah ikhlaskan saja kepergian Desi.
Dia sudah tenang di alam sana. Jangan kau buat dia susah.” Suara Lasmi ibunda
Tya terdengar dari luar. “Ayo nak, buka pintunya. Tamumu ini membawakan sesuatu
yang mungkin kamu tunggu sejak bangun tidur tadi.”
Mendengar
rayuan ibundanya, Tya pun menurut. Ia mulai membuka pintu kamarnya. Lasmi
langsung menuntun Tya menuju ruang tamu. Di ruang tamu, terlihat seorang
laki-laki yang wajahnya sudah familiar untuk Tya.
“Kevin.”
Ucap Tya kaget.
“Kak
Tya. Kakak sudah mau keluar dari kamar rupanya.”
“Ngapain
lo kesini?” Tanya Tya.
“Oh,
gue ke sini cuma mau ngejalanin wasiat dari kak Desi.”
“Desi.”
Mendengar nama itu, hati Tya bergetar. Rasanya air mtanya ingin tumpah lagi.
“Sebelumnya,
Happy Birthday ya kak. Aku kesini cuma mau ngasih ini.” Ucap Kevin ketika
menyerahkan sebuah kotak besar yang terbungkus rapi dengan kertas kado.
“Titipan untuk kakak sebelum kak Desi meningggal.” Ucap Kevin.
“Kak
Tya jangan terlalu bersedih atas kepergian Kak Desi. Kita semua orang-orang
disekirtarnya juga sedih dengan kepergiannya. Tapi, sebelum meninggal Kak Desi
berpesan padaku untuk menghapus semua air mata yang keluar karena kepergiannya.
Dia nggak mau orang lain bersedih ketika dia pergi. Jadi Kak, jangan bersedih
lagi.”
“Makasih
ya Kev, mulai sekarang gue nggak akan bersedih lagi.”
“Nah
gitu dong. Oh ya, kemarin ada kiriman surat untuk Kak Desi.” Ucap Kevin seraya
mengeluarkan sebuah amplop coklat dari tasnnya. “Dari Kedubes Jepang.”
“Apa
isinya?”
“Kak
Desi mendapat beasiswa S1 di Jepang. Tapi, semua mimpinya kini telah kandas di
tengah jalan. Aku ingin sekali melanjutkan mimpi kak Desi. Aku ingin memperoleh
sebuah beasiswa ke Jepang dan menjadi seorang fotografer ternama.”
“Mimpimu
bagus sekali. Desi pasti bangga punya adik sepertimu.” Ucap Tya sambil memasang
seulas senyum lebar.
****
Tangan
Tya gemetaran ketika membuka kertas kado yang membungkus kotak besar yang ada
di depannya. Kertas kado bergambar Angry Bird itu perlahan-lahan mulai terpisah
dari sebuah kardus bekas air mineral. Ya, Tya melihat dengan jelas bahwa kotak
itu adalah sebuah kardus bekas.
“Ka,
kenapa lo masih susah-susah nyiapin ini buat gue. Gue semakin nggak rela
ngelepas kepergian lo dari kehidupan gue.”
Tangan
Tya mulai membuka kardus tersebut. Tya terperanjat kaget ketika melihat isinya.
Sebuah boneka Teddy Bear bewarna pink, sebuah jam tangan, sebuah kalung yang
liontinnya bertuliskan “Tya”, sebuah buku diary, sebuah buku yang sampulnya
tertulis “Mozaik Persahabatan”, dan sepucuk surat dalam amplop pink.
“Desi,
kenapa harus sebanyak ini. Gue nggak bisa ngebayangin gimana repotnya lo
nyiapin semua ini.” Tangan Tya mulai membuka amplop pink yang sudah berada di
genggamannya. Tya pun mulai membaca isi dari surat tersebut.
Dear Tya,
Happy
Birthday kawan. Semoga dengan bertambahnya umurmu, bertambah pula kedewasaanmu.
Kamu bisa membanggakan kedua orangtuamu. Kamu bisa mewujudkan cita-citamu. Dan,
kamu bisa mewujudkan mimpimu untuk terbang ke Amerika.
Tya,
maafkan aku. Maaf karena aku tak pernah memberitahukan penyakitku padamu.
Sebenarnya, malam itu, malam terakhir aku ketemu kamu, penyakitku semakin
menjadi-jadi. Jadi aku putuskan untuk menyiapkan kado untukmu lebih awal. Maaf
jika tak ada kue di saat kamu bangun tidur. Maaf jika yang aku beri ini tak
sesuai dari harapan kamu. Maaf juga kalo kamu merasa barang yang aku beri ini
terlalu banyak atau apalah.
Tapi,
setiap barang yang aku beri ini, memiliki makna dan peranan tersendiri. Kau
lihat boneka itu, bayangkan jika kau melihat boneka itu kau sedang melihat
sosok diriku. Ada sebuah kalung yang tergantung di leher boneka itu. Baca
kalimat yang ada di liontinnya. Anggap saja ketika kamu membacanya, berarti aku
sedang memanggil namamu. Ada juga sebuah jam tangan berwarna biru tua yang
berada di tangan boneka itu. Jika kau memakai jam tangan itu, anggap saja kamu
sedang melewati waktu-waktu indah bersamaku.
Sengaja
aku memberimu sebuah buku diary, maknanya apa? Agar ketika kamu butuh teman
curhat, kamu bisa curhat ke aku lewat buku itu. Oh aku hampir lupa. Ada sebuah
buku yang aku buat dengan tanganku sendiri. Aku kasih nama “Mozaik Persahabatan”.
Jika kau sudah sangat rindu padaku, buka saja buku itu. Didalamnya juga sudah
aku sisipkan beberapa kata-kata mutiara yang membangkitkan semangatmu seperti
yang biasa kamu minta.
Tya,
aku berpesan padamu satu hal. Apa kau ingin menyenangkan hatiku, kalau iya aku
mohon satu hal padamu. Mungkin ketika kamu membaca surat ini aku udah nggak ada
di dunia ini. Jadi, untuk membahagiakan aku terus tersenyumlah.
Ketika
kamu sedih atau punya masalah, jangan sampai tenggelam dalam kesedihan atau
masalahmu tersebut, segeralah bangkit dan berikan aku senyum termanismu seperti
biasanya.
Dan
jika sekarang kamu menangis, usap air matamu dan tersenyumlah. Aku tak mau
melihat kamu cemberut dan bahkan menangis. Apapun dan bagaimanapun suasana
hatimu, cobalah untuk selalu tersenyum. Jangan lupa jaga kesehatan. Makanlah
dengan teratur, jangan tidur terlalu malam.
Walaupun
kini kita sudah tak lagi bersama, ingatlah bahwa kita ini masih sahabat.
Sahabat nggak akan pernah terpisahkan oleh apapun jua. Behkan kematian
sekalipun. Dan semoga nanti, kau bisa menemukan seseorang yang bisa membuatmu
bahagia.
Aku
rasa cukup sampai disini surat terakhir dariku. Apapun yang terjadi teruslah
bermimpi. Masa depanmu masih panjang dan kamu masih punya banyak kesempatan
untuk menjadi apapun yang kamu mau.Jangan pernah menyerah pada masalah.
Teruslah berjuang dan jadilah pemenang. Kamu harus kuat.
Salam
Hangat
Desi
Stevany
Tya
menangis terharu ketika membaca surat dari Desi. Ia tak percaya bahwa
sahabatnya itu masih sempat membuatkan kejutan seperti ini ketika dia sedang
bertarung melawan penyakitnya. Ya walaupun Desi sudah kalah telak dari kanker
otak itu. Tapi, Tya telah menerima kejutan terbesar dari Desi. Kejutan terakhir
dari sahabat tercinta.
****
Tya
mulai berjalan menyusuri taman kota yang lumayan sejuk. Tya mulai duduk di
sebuah bangku taman bersebelahan dengan seorang wanita parubaya.
Tya
mulai membuka buku “Mozaik Persahabatan” buatan Oka. Hampir tiap hari Tya
membuka buku ini, sampai-sampai beberapa halaman sudah terlipat. Kemudian, Tya
mulai mengeluarkan buku diary pemberian Oka.
“Nggak
kerasa udah 6 tahun lo ninggalin gue Des.” Ucap Tya sembari menorehkan tinta
diatas buku diary pemberian Desi.
Dear
Desi,
Hai
Desi, bagaimana kabarmu di alam sana? Aku harap kau baik-baik saja. Desi, kau
pasti tak percaya sedang dimana aku sekarang. New York Des, Amerika. Aku
berhasil mewujudkan impianku. Setelah lulus S1 di Malang, aku mencoba buat
melamar kerja ke perusahaan di luar negeri.
Dan
menakjubkan, aku ketrima di salah satu perusahaan terbesar di Amerika. Kamu tau
aku ada di bagian apa? Aku masih tak percaya kalo aku menempati posisi Manager
keuangan di perusahaan ini. Bayangakan Des, Manager.
Oh
ya Des. Hari ini aku ulang tahun. Aku kembali membuka Mozaik Persahabatan
darimu. Entah kenapa aku lupa kalo hari ini aku ulang tahun. Apa karena aku
sudah tak sabar ingin cerita denganmu?
Ah
tapi yang jelas aku sudah mewujudkan impianku. Eh dan satu lagi Des, minggu
depan aku dapat tugas dari kantor untuk ikut meeting dengan client di Jepang.
Jepang Des, aku akan mewujudkan impianmu yang sudah kandas di tengah jalan.
Tapi,
Kevin adikmu, sudah mewujudkan impianmu. Ia sekarang sudah berada di Jepang.
Setelah melewati banyak perjuangan, akhirnya dia bisa mendapatkan beasiswa ke
Jepang. Dan aku dengar bahwa dia sekarang sudah menjadi seorang fotografer
model terkenal.
Mimpi
kami semua sudah kami wujudkan Des. Sekarang kamu pasti senang mendengar ini
semua. Orang-orang kesayanganmu sudah mencapai kesuksesannya.
Terima
kasih Des, atas saranmu. Sekarang aku bisa menghadapi semua masalahku dengan
mudah. Tak lupa aku selalu tersenyum demi kebahagianmu di alam sana.
Sampai
disini dulu ya Des ceritaku. Kapan-kapan kita sambung lagi. Jangan bosan ya
mendengar ceritaku.
Salam
Hangat
Tya
Alexandria
Tidak ada komentar:
Posting Komentar